Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LUBUK LINGGAU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2023/PN Llg 1.Bobot Sudoyo bin Masla
2.Yoyon Utoyo bin Masla
Kapolri, Cq. Kapolda Sumatera Selatan, Cq. Kapolres Musi Rawas Utara, Cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 20 Feb. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Llg
Tanggal Surat Jumat, 17 Feb. 2023
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2023/PN Llg
Pemohon
NoNama
1Bobot Sudoyo bin Masla
2Yoyon Utoyo bin Masla
Termohon
NoNama
1Kapolri, Cq. Kapolda Sumatera Selatan, Cq. Kapolres Musi Rawas Utara, Cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan ini Para PEMOHON hendak mengajukan Gugatan Pra Peradilan, melawan :

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Cq. Kepala Kepolisian Resor Musi Rawas Utara, Cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal, beralamat beralamat di Jl. Lintas Sumatera Km. 80, Karang Anyar, Kab. Muratara, Prop. Sumatera Selatan, selanjutnya dalam hal ini disebut juga sebagai TERMOHON.

Bahwa, PEMOHON  mengajukan Pra Peradilan terhadap TERMOHON atas tindakannya menerbitkan :

  1. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/16/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA;
  2. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/17/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara  untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA;
  3. Surat Ketetapan Nomor: S.Tap.05/II/2023/Satreskrim tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO Bin MASLA;
  4. Surat Ketetapan Nomor: S.Tap.06/II/2023/Satreskrim tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama BOBOT SUDOYO Bin MASLA;
  5. Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/07/II/2023/Reskrim tertanggal 16 Pebruari 2023  yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA
  6. Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/08/II/2023/Reskrim  tertanggal 16 Pebruari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA
  7. Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP-Sidik/11/II/2023/Reskrim  tanggal 14 Februari 2023.

Yang menurut PEMOHON tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam KUHAP sebagaimana terurai dalam permohonan  di bawah ini :

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa lembaga Praperdilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat  atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan Penyidik atau Penuntut Umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
  2. bahwa, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.21/PUU-XII/2014 telah menetapkan bahwa PENETAPAN TERSANGKA telah menjadi Objek Pra-peradilan  dan juga telah mengubah pasal 1 angka 4, pasal 17 dan pasal 21 ayat 1 dengan menambah Frasa “ minimal dua alat bukti” dalam proses penetapan tersangka dan penyidikan.
  3. Bahwa, penggunaan Frasa “minimal dua alat bukti “ tersebut telah efektif dipergunakan oleh Hakim Pra-peradilan Pengadilan Negeri Jakarta selatan dalam Putusannya No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel dalam perkara Pra-peradilan Komjen Pol. Drs. Budi Gunawan dan sudah seharusnya juga dipergunakan dan/atau diterapkan kepada semua pencari keadilan di wilayah Republik Indonesia ini,
  4. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, agar benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dan dilakukan secara profesional, bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan serta harus bebas dari tujuan lainnya.
  5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
  1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
  2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
  3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
  4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
  5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan itegritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan sesorang (in casu Para Pemohon), dimana lembaga Praperdilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu, tidak terkecuali juga Penetapan TERSANGKA.

  1. Bahwa apa yang diuraikan diatas, yaitu Lembaga Praperdilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manausia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang hurup (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :
  1. “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
  2. “bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. Ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.”

Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :”..Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak martabanya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

  1. Bahwa, Para Pemohon di bawa ke Polres Musi Rawas Utara pada tanggal 15 Februari 2023 sekira pukul 15.00 wib, dengan dasar Surat Perintah Penangakapan yaitu :
    1. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/16/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA;
    2. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/17/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara  untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA;
  2. Bahwa, ditangkapnya Para Pemohon oleh Termohon oleh karena diduga telah melakukan Penganiayaan dan atau Pengeroyokan sehubungan dengan Pasal 351 KUHPidana Subsider Pasal 170 KUHP  yang terjadi pada hari Senin tanggal 13 Februari 2023 sekira jam 19.30 Wib di desa Dusun I Desa Rantau Telang, Kec. Karang Jaya, Kab. Musi Rawas Utara.
  3. Bahwa ditangkapnya para Pemohon oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan masing-masing yaitu :
    1. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/16/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA;
    2. Surat Perintah Penangkapan Nomor.SP-KAP/17/II/2023/Reskrim tanggal 14 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara  untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA;

Dimana pada saat Penangkapan Para Pemohon, Termohon TIDAK memperlihatkan Surat Tugas dari Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara.

 

  1. ALASAN DAN FAKTA PERMOHONAN PRAPERADILAN.
  1. Termohon Melakukan Penangkapan Terhadap Para Pemohon Tidak Dilengkapi Surat Tugas:
  1. Bahwa, Termohon telah melakukan Perbuatan Sewenang-wenang, dimana Termohon seharusnya menerapkan tata cara penangkapan dan batasan atas wewenang tersebut,  hal mana  tertuang jelas dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, yaitu  Pasal 11 Ayat 1 huruf a menyebut :

“Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum.”

  1. Bahwa, dalam melakukan penangkapan, Termohon wajib mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk di antaranya menghormati hak-hak orang yang ditangkap, Termohon  harus tetap menerapkan asas praduga tak bersalah dan tidak menjadikan penangkapan sebagai ajang penghukuman.
  2. Bahwa, Fakta Hukum Para Pemohon dijemput dan ditangkap oleh Termohon tanpa memperlihatkan Surat Tugas sebagaiamana mestinya, maka oleh karena itu, menurut Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa “penangkapan dilakukan dengan memperlihatkan surat tugas polisi dan surat perintah penangkapan”.
  3. Bahwa, perkara a quo, Para Pemohon ditangkap bukan tertangkap tangan, maka sudah seharusnya Termohon dalam melakukan penangkapan para Pemohon dibekali dengan Surat Tugas dari atasan yang berwenang untuk itu dan diperlihatkan kepada Para Pemohon dan Keluarganya serta Kepala Desa Setempat untuk diketahui.
  4. Bahwa, Termohon harus menghormati hak-hak Para Pemohon, salah satunya dengan memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Tak hanya itu, dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Pasal 17, polisi wajib melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap serta memberitahu hak-haknya dan cara menggunakan hak-hak tersebut, seperti mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum dan lain-lain

 

  1. Termohon Mengeluarkan Surat Perintah Penahanan Terhadap Para Pemohon Terlalu Prematuur, dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut :

 

  1. Bahwa, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-XII/2014, MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek pra peradilan, melalui putusan tersebut, Mahkamah Konsitusi menyatakan inskonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan Tersangka, pengeledahan dan penyitaan.
  2. Bahwa, Mahkamah berasalan KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
  3. Bahwa, “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”
  4. Bahwa, Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
  5. Bahwa, sewaktu Para Pemohon diperiksa oleh Penyidik Polres Musi Rawas Utara pada tanggal 15 Pebruari 2023, sekira jam 16.00 wib dan selesai dilakukan pemeriksaan terhadap Para Pemohon sekira jam 20.30 wib
  6. Bahwa, baru selesai pemeriksaan Para Pemohon, Termohon langsung mengeluarkan Surat Perintah Penahanan sekitar jam 21.00 wib pada tanggal 15 Pebruari 2023 yaitu :
    1. Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/07/II/2023/Reskrim tertanggal 16 Pebruari 2023  yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA.
    2. Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/08/II/2023/Reskrim  tertanggal 16 Pebruari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA.

Namun anehnya, Termohon membuat Surat Perintah Penahanan tertanggal 16 Pebruari 2023, jelas dan sangat keliru, karena Surat Perintah Penahanan untuk siapa yang diberikan pada tanggal 16 Februari 2023 oleh Termohon tersebut, maka patut dan wajarlah Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/07/II/2023/Reskrim tertanggal 16 Pebruari 2023yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama BOBOT SUDOYO bin MASLA dan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP-HAN/08/II/2023/Reskrim  tertanggal 16 Pebruari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO bin MASLA dinyatakan BATAL DEMI HUKUM atau TIDAK SAH.

  1. Bahwa, anehnya lagi,  Termohon pada tanggal 15 Pebruari 2023 telah mengeluarkan Surat Ketetapan tentang Penahanan para Pemohon, yaitu  :
    1. Surat Ketetapan Nomor: S.Tap.05/II/2023/Satreskrim tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO Bin MASLA;
    2. Surat Ketetapan Nomor: S.Tap.06/II/2023/Satreskrim tanggal 15 Februari 2023 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim atas nama Kepala Kepolisian Resort Musi Rawas Utara untuk atas nama YOYON UTOYO Bin MASLA;

 

  1. Bahwa kalaulah benar Surat Ketetapan Penahanan dikeluarkan tanggal 15 Pebruari 2023, artinya pada hari yang sama dilakukan Penangkapan terhadap para Pemohon, Termohon telah mengetahui secara pasti bahwa Para Pemohon adalah orang yang bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diuraikan diduga telah melakukan Penganiayaan dan atau Pengeroyokan sehubungan dengan Pasal 351 KUHPidana Subsider Pasal 170 KUHP  yang terjadi pada hari Senin tanggal 13 Februari 2023 sekira jam 19.30 Wib di desa Dusun I Desa Rantau Telang, Kec. Karang Jaya, Kab. Musi Rawas Utara.
  2. Bahwa, dengan demikian, Termohon telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka dan mengeluarkan Surat Perintah Penahanan karena Para Pemohon pada tanggal 15 Pebruari 2023 baru diperiksa atau dilakukan Berita Acara Pemeriksaan, maka patut diduga dasar Penahanan dan Penangkapan Para Pemohon belum memenuhi apa yang dimaksud dengan BUKTI YANG CUKUP atau BUKTI PERMULAAN.
  3. Bahwa, berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon.
  4. Bahwa, dengan memperhatikan ketentuan di dalam KUHAP Pasal 105 dihubungan dengan Peraturan KAPOLRI No. 14 Tahun 2012, jelas Penetapan Para PEMOHON oleh TERMOHON telah melanggar ketentuan undang-undang dan Peraturan dalam Penyidikan Perkara a quo, dimana Termohon telah menabrak Perkap No. 14 tahun 2012, dimana tanpa proses gelar perkara yang benar dari proses Penyelidikan dengan terlalu tergesa-gesa melakukan Penangkapan dan Penahanan Para Pemohon, mana perbuatan TERMOHON tersebut adalah Melawan Hukum.

 

  1. Hasil Gelar Perkara dibuat oleh Termohon tertanggal 14 Februari 2023 cacat hukum dan patut dinyatakan Batal Demi Hukum, dengan alasan hukum sebagai berikut :
    1. Bahwa, Pemohon baru diperiksa pada tanggal 15 Pebruari 2023 oleh Termohon dan langsung dikeluarkan Surat Perintah Penahanan pada tanggal 15 Pebruari 2023, ANEH bin AJAIB, gelar perkara telah dilakukan sebelum Pemohon diperiksa oleh Termohon, dimana terbukti Gelar Perkara dilakukan pada tanggal 14 Februari 2023;
    2. Bahwa, sangat jelas dan nyata Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Termohon yaitu melanggar Pasal 69 tentang Gelar Perkara Peraturan KAPOLRI No. 14 Tahun 2012 tentang MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA.
    3. Bahwa, gelar perkara apa yang telah dilakukan Termohon pada tanggal 14 Februari 2023 tersebut, karena Pemohon sendiri belum diperiksa, maka oleh karena itu proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B-11/II/2023/SPKT/Polda Sumsesl/Res Muratara tanggal 14 Februari 2023 haruslah BATAL DEMI HUKUM dan TIDAK SAH.

 

  1. Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan Tidak Mencantumkan Surat Perintah Penyidikan atau Surat Perintah Penyelidikan dari Termohon :
  1. Bahwa, memperhatikan Surat Penangkapan masing-masing tertanggal 15 Pebruari 2023 dan Surat Perintah Penahanan masing-masing tertanggal 16 Pebruari 2023 yang diterbitkan oleh Termohon tidak mencantumkan adanya Surat Perintah Penyelidikan atau Surat Perintah Penyidikan;
  2. Bahwa, kelalaian Termohon jelas memperlihatkan tindakan yang dilakukan oleh Termohon adalah kesewenang-wenangaan dan arogansi, sehingga hak-hak Para Pemohon diabaikan dan dilanggar;
  3. Bahwa, oleh karena Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan tidak menyebutkan adanya Surat Perintah Penyidikan maka sudah sepatutnya Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan Batal Demi Hukum;

 

  1. Termohon Tidak  Menerapkan Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif :
    1. Bahwa, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, dimana Restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara pidana.
    2. Bahwa Restorative justice dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk pemberlakuan kebijakan dan dapat digunakan dalam penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula.
    3. Bahwa menurut  Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 1 huruf 3, dimana Restorative Justice atau keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara  dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait. Prinsip dasar restorative justice adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
    4. Bahwa, Termohon seharusnya mengedepankan Restorative Justice dalam perkara a quo, karena Pemohon dan Pelapor merupakan satu kampong/satu desa dan saling berteman, sebaiknya Termohon melalui Kepala Desa Setempat bisa melakukan pendekatan kemanusian sehingga perkara a quo tidak mengarah kepada pemidanaan seseorang.
    5. Bahwa, apalagi dilihat dari persyaratan umum untuk dilaksanakannya restorative justice secara materiil, dapat dipenuhi, terutama tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, Tidak berdampak konflik sosial, Tidak berpotensi memecah belah bangsa, Tidak radikalisme dan separatisme serta
      Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan
      Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi.

 

  1. KEPUTUSAN TERMOHON MENETAPKAN  PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA ADALAH TIDAK SAH KARENA TIDAK  DIDASARI PADA ADANYA 2 (DUA) ALAT BUKTI YANG SAH DAN MELANGGAR ASAS KEPASTIAN HUKUM YANG MENJADI PRINSIP FUNDAMENTAL PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG TERMOHON.
  1. Bahwa, sebagaimana telah diuraikan diatas, Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak karena diduga telah melakukan Penganiayaan dan atau Pengeroyokan sehubungan dengan Pasal 351 KUHPidana Subsider Pasal 170 KUHP  yang terjadi pada hari Senin tanggal 13 Februari 2023 sekira jam 19.30 Wib di desa Dusun I Desa Rantau Telang, Kec. Karang Jaya, Kab. Musi Rawas Utara adalah semena mena dan tidak berdasarkan hukum.
  2. Bahwa, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon tidak didukung oleh minimal 2 (dua) alat bukti yang sah, hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, dimana Mahkamah menyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup,” dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam pasal 184 KUHAP.
  3. Bahwa, dengan demikian, Termohon di dalam menentukan dan menetapkan para Pemohon sebagai Tersangka haruslah berpedoman kepada minimal dua alat bukti tersebut namun faktanya Termohon tidak dapat menjelaskan alat bukti apa yang telah menjadikan para Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara aquo
  4. Bahwa, Pasal 184 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa alat bukti yang sah ialah :
    1. Keterangan saksi;
    2. Keterangan Ahli;
    3. Surat;
    4. Petunjuk;
    5. Keterangan Terdakwa/Tersangka.

Bahwa, sesuai dengan kaedahnya hukum Pembuktian, Keterangan Saksi dan Ahli apabila ada bukti SURAT, haruslah tidak boleh bertentangan dengan isi bukti surat tersebut, sejauh yang PEMOHON ketahui belum pernah sekalipun ada pemeriksaan penyidik untuk melakukan konfrontir kepada  PEMOHON dengan keterangan saksi, apalagi AHLI sebab orang yang paling mengetahui apakah ada saksi-saksi yang melihat peritiwa dugaan pidana tersebut.

  1. Bahwa, seharusnya Termohon dalam rangka mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka setiap bukti permulaan haruslah di konfrontasi antara satu dengan yang lainnya termasuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada Tersangka, akan tetapi berdasarkan dokrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar.
  2. Bahwa, kata TERSANGKA dalam perkara pidana menurut KUHAP Pasal 1 point 14 adalah: seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Oleh karenanya penetapan setatus Tersangka kepada  Pemohon sangat tidak beralasan, karena tidak didukung bukti yang benar.
  3. Bahwa, tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka adalah cacat hukum karena tidak sesuai dengan KUHAP yang mensyaratkan 2 (dua) alat bukti yang kuat. Dari fakta-fakta dan bukti-bukti yang dimiliki oleh Pemohon sangatlah tidak layak para Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) KUHAP dan dimana penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon cenderung bersikap subjektif karena tidak didahului dengan pengumpulan barang bukti dan saksi yang cukup, dan tidak didukung dengan “ minimal dua alat bukti” permulaan yang syah.
  4. Bahwa, oleh karena proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon tidak sah maka terhadap Surat Perintah sebagaimana dimaksud diatas harus dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya Penetapan Tersangka oleh Termohon tidak mempunyai kekuatan mengikat, hal ini sejalan dengan pertimbangan hukum Hakim Tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Putusannya No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel (perkara Praperadilan Komjen Pol. Drs. Budi Gunawan)
  5. Bahwa, dengan demikian maka segala keputusan dan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan hasil penyidikan dan penetapan Tersangka terhadap diri para Pemohon adalah tidak sah.
  6. Bahwa, berdasarkan seluruh uraian diatas, maka tindakan atas proses penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON terkait Penetapan diri Pemohon sebagai Tersangka secara hukum adalah juga tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP Pasal 184 ayat (1). Oleh karena itu, perbuatan TERMOHON menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tanpa prosedur yang benar menurut undang-undang dan cacat yuridis/bertentangan dengan hukum, sehingga mengakibatkan kerugian materil dan immateril yang tidak dapat dihitung dengan uang.
  7. Bahwa, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka tindak pidana sebagaimana dimaksud telah melakukan Penganiayaan dan atau Pengeroyokan sehubungan dengan Pasal 351 KUHPidana Subsider Pasal 170 KUHP  adalah TIDAK BERDASARKAN HUKUM  dan HARUS DIBATALKAN serta telah merusak nama baik dan kondite PEMOHON di tengah masyarakat dan harus diganti kerugian dan di rehabilitasi.

Bahwa upaya hukum Praperadilan ini kami lakukan semata-mata demi mencari kebenaran hukum, dan sebagaimana pendapat dari M. Yahya Harahap, bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan. Dan sebagaimana pula pendapat Loebby Loqman, bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga Praperadilan tersebut juga merupakan bagian dari kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pengawasan horizontal dari lembaga Praperadilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due prosess of law. Due prosess of law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai rule of law, akan tetapi merupakan unsur yang essensial dalam penyelenggaraan peradilan yang intinya adalah bahwa ia merupakan”...a law which hears before it condemns, which proceeds upon inquiry, and renders judgement only after trial..”. Pada dasarnya yang menjadi titik sentral adalah perlindungan hak-hak asasi individu terhadap arbitrary action of the goverment. Oleh karena itu, Para peradilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.

Kita bersama memahami bahwa penyidik merupakan pihak yang paling berwenang dalam tahap penyidikan karena mempunyai tugas yang sangat penting pada proses penegakan hukum sehingga dapat mempengaruhi jalan selanjutnya dari proses penyelesaian suatu perkara pidana. Oleh karenanya kami sangat berhadap “sentuhan” Hakim Yang Mulia dalam putusannya agar dapat menegakkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi Pemohon dalam kasus a quo dan masyarakat luas.

Kami menempuh jalan ini karena kami yakin bahwa melalui forum Praperadilan ini juga dipenuhi syarat keterbukaan (transparancy) dan akuntabilitas publik (public accountability) yang merupakan syarat tegaknya sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan forum terbuka ini, masyarakat dapat ikut mengontrol jalannya proses pemeriksaan dan pengujian kebenaran dan ketepatan tindakan penyidik maupun penuntut umum.

Bahwa apabila teori-teori perihal Praperadilan tersebut diatas dikaitkan dengan pandangan Soejono Soekanto mengenai dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat, yaitu sebagai sarana kontrol (a tool of sosial kontrol) dan sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial (a tool of sosial ingieneering). Dengan adanya a tool of sosial control ini maka pada dasarnya, Praperdilan berfungsi sebagai perlindungan terhadap tindakan yang  sewenang-wenang dari para aparat hukum yang pada pelaksanaan tugasnya sering melakukan tindakan yang kurang pantas, sehingga melanggar hak dan harkat manusia. Namun untuk lebih menjamin pelaksanaan sebuah Praperadilan maka diperlukan sebuah pemahaman yang lebih mendalam tentang Praperadilan terutama dalam masyarakat sehingga lebih mengerti tentang manfaat dan fungsi Praperadilan. Selanjutnya hukum sebagai a tool of sosial engineering, Praperadilan dapat membawa masyarakat kepada situasi dan kondisi hukum yang lebih baik menuju kearah pembangunan hukum ke depan.

Dengan demikian, keberadaan lembaga Praperdilan di dalam KUHAP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kata lain, Praperadilan mempunyai maksud sebagai sarana pengawasan horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka dan terdakwa. Perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia tersebut sudah merupakan hal yang bersifat universal dalam setiap negara hukum. Karena pengakuan, jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia adalah salah satu esensi pokok yang menjadi legalitas suatu negara hukum. Hal inilah yang hendak dicapai Pemohon melalui upaya hukum Praperadilan ini, sebab Penetapan diri PEMOHON dengan predikat sebagai TERSANGKA sudah sangat merubah harkat dan martabat PEMOHON di tengah masyarakat.

Bahwa, berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah seharusnya menurut hukum  Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri Lubuk Linggau berkenan memeriksa dan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan  Pemohon untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Penyidikan berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B-11/II/2023/SPKT/Polda Sumsesl/Res Muratara tanggal 14 Februari 2023 adalah TIDAK SAH dan TIDAK BERDASAR HUKUM, dan oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  3. Menyatakan Penetapan TERSANGKA atas diri PEMOHON berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B-11/II/2023/SPKT/Polda Sumsesl/Res Muratara tanggal 14 Februari 2023  adalah TIDAK SAH MENURUT HUKUM.
  4. Menyatakan TIDAK SAH segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri para Pemohon oleh Termohon;
  5. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  6. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan atau melepaskan Pemohon dari Rumah Tahanan Polres Musi Rawas Utara seketika setelah putusannya diucapkan.
  7. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  8. Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon selaku Tersangka  adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum atau dengan kata lain TIDAK SAH, yang mengakibatkan kerugian immateriil yang tidak dapat diukur dengan nilai uang namun menurut PEMOHON adalah wajar dihargai sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus dibayar TERMOHON kepada PEMOHON seketika pada saat putusan ini diucapkan;
  9. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara aquo.

Apabila Pengadilan Negeri Lubuk Linggau c.q. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara aquo berpendapat lain, mohon diputus yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pihak Dipublikasikan Ya